Actions

Work Header

A Whole New Story: Transformers High School AU Fanfiction

Chapter 3: Teman Sebangku yang Menjengkelkan

Chapter Text

“Mus, kan nanti jabatan Kak Magnus mau selesai, nih. Nanti lo dukung gue nyalon jadi ketua OSIS, yak.”

Pernyataan yang diangkat Sentinel di tengah santap siang jam istirahat mereka hampir membuat Optimus tersedak oleh energon yang sedang diminumnya. “Lah, lo beneran mau jadi ketos?” ujarnya dengan dua mata terbelalak.

“Iya. Emang kenapa? Kok lo kaget gitu, sih?” heran Sentinel.

“Gue kaget-nggak-kaget sebenernya. Gue tahu lo orangnya haus perhatian. Tapi, ya, nggak usah jadi ketos juga, lah. Kasihan anggota lo nanti.”

Sentinel menoyor kepala Optimus tanpa rasa bersalah. “Yee, emangnya gue ketos apaan. Gini-gini, gue tahu juga caranya bersikap jadi seorang pemimpin,” timpalnya. “Gue serius, Mus. Nanti lo dukung gue, yak. Jadi tim sukses gue waktu gue nyalon. Nanti gue traktir dah.”

Optimus hanya memutar mata sebelum ia menjawab, “Iya, terserah.”

Ratchet yang dari tadi diam saja menyimak, mencoba untuk bergabung dengan mereka. “Berarti nanti wakilnya siapa?”

Sentinel mengusap dagu panjangnya sejenak dengan mata memicing. Ia memikirkan nama-nama yang menurutnya cocok untuk menjadi wakilnya. “Hmm … rencananya, sih, Jetfire. Dia cocok tuh jadi wakil gue. Bisa diandelin.”

Optimus menggeleng sambil mendecak. “Kasihan Kak Jetfire.”

Sentinel menunjukkan kepalan tangannya. “Lo bener-bener, ye, Mus. Jangan bikin gue emosi dah. Gue lagi pusing nih mikirin teguran Pak Ketos.”

“Teguran waktu MOS itu? Bukannya MOS udah selesai? Kenapa masih dibahas?” bingung Optimus.

“Jadi gini, Mus. Sebenernya bukan waktu MOS aja.” Sentinel mengambil posisi nyaman duduk di kursi kantin itu sambil melihat sekitar sejenak, memastikan apakah ada yang memperhatikan atau tidak. Setelah tahu tidak ada orang yang dimaksud, akhirnya ia buka suara dengan nada lebih pelan dari sebelumnya. “Sebelumnya lo berdua kenal Blackarachnia nggak?”

“Nggak,” jawab Optimus. Ratchet menggeleng.

“Arachnia temen sekelas gue. Dia kelas sepuluh ikutan OSIS, tapi kelas sebelas berhenti. Gue nggak tahu kenapa dia berhenti, tapi gue yakin pasti ada alasan liciknya.”

“Alasan licik?” bingung Ratchet.

“Dia di angkatan gue, terkenal licik dan paling suka ngadu ke guru kalau ada yang nyontek. Pokoknya caper banget, dah. Nah, waktu MOS itu dia dateng buat jebak gue sampe akhirnya gue kena tegur Pak Ketos. Abis itu dia juga ngadu ke guru kalau gue nggak ikutan kerja waktu kerja kelompok. Gue kena tegur sama guru killer itu. Akhirnya gue kena tegur Pak Ketos lagi. Kalau sampai gue buat masalah terus, bisa-bisa kesempatan gue buat nyalon jadi ketos, nggak ada,” jelasnya dengan suara naik turun, tapi tidak sampai berteriak.

Optimus mengangguk sekilas. “Kayaknya dia nggak mau lo jadi ketua OSIS, deh. Ya udah, lo nyerah aja, Nel.”

Rahang Sentinel mengeras. “Lo mau baku hantam, Mus? Ayo!”

“Sa-Santai, Kak, santai. Bercanda kok tadi hehe .…” Optimus tertawa renyah.
Sentinel mengembuskan napas cepat sambil membuang wajah ke arah Ratchet. “Lo jangan ketularan kurang ajarnya Optimus, ya, Chet.”

Ratchet mengangguk sekilas. “Berarti Kak Arachnia ini berbahaya gitu kah? Jadi kita nggak boleh dekat-dekat dia?”

“Berbahaya banget sampe bunuh kalian sih, nggak, ya. Cuman, yaa … hati-hati aja. Kadang kita nggak tahu apa dia tulis nama kita ke list ‘kejahilan’ dia apa nggak.”

“Emang orangnya kayak gimana?” tanya Optimus.

“Pokoknya dia laba-laba. Cuman ada satu siswa yang punya tangan lebih dari dua, itu dia orangnya.”

“Oke. Nanti kita hati-hati sama dia.” Optimus mengangguk. 

Sebuah pikiran terlintas di benak Sentinel. “Eh, lo berdua nanti ikut OSIS, 'kan?”

“Emang pendaftarannya udah dibuka?” kaget Ratchet.

“Belom, sih. Tapi biasanya beberapa minggu setelah MOS ada informasi lebih lanjut. Nanti gue kabarin lagi, deh,” jawabnya. “Oh, iya. OSIS sama MPK daftarnya buka barengan, jadi lo berdua bisa ikut OSIS atau MPK. Lo harus OSIS ya, Mus.”

“Nanti gue pikir-pikir dulu.”

“Ya, elah, pake dipikir-pikir segala,” timpal Sentinel. Optimus hanya memutar mata, tidak terlalu menanggapi omongan Sentinel.

***

Megatron tidak melihat tanda-tanda Starscream kembali ke kelas lagi. Tampaknya teman sebangkunya itu memilih makan di kantin dibanding di kelas. Niatnya untuk meminta jatah makanan yang Starscream beli di kantin, pupus sudah. Walau Starscream kemungkinan besar menolak untuk dibagi, dia akan memaksa untuk membaginya.

“Ga, lo ke kantin nggak?” 

Sebuah suara di sampingnya membuat Megatron mengangkat kepala dari catatan yang baru selesai ia tulis. “Oh, Soundwave. Lo ke kantin?”

“Iya. Mau ikut?”

Megatron memutar setengah tubuhnya ke belakang, ke arah sosok murid berpenutup kepala merah jingga yang duduk di sudut kelas. “Lo nggak ke kantin bareng temen baru lo? Siapa namanya?”

“Blaster. Ogah. Mau ikut nggak? Kalau nggak–”

“Ya udah, gue ikut.” Akhirnya Megatron beranjak dari duduknya.

Mereka pun keluar kelas dan berjalan berdampingan di koridor. Beberapa saat tidak ada yang memancing topik, sampai akhirnya Soundwave buka suara lebih dulu. “Siapa nama temen sebangku lo?”

“Starscream.”

“Lo sendiri nggak ke kantin bareng dia?”

“Males. Dia nyebelin. Narsis pula, hih.”

“Berarti kita punya temen sebangku yang sama-sama nyebelin.” Soundwave mengedikkan bahu.

“Lah, lo sendiri kenapa duduk sama dia? Gue duduk di depan karena di sebelah lo udah ada yang isi.”

“Lo sendiri telat datengnya. Gue udah tag tempat buat lo, tapi dia nyerobot main duduk aja. Kursi yang lain udah ditempatin dan gue juga nggak mau di paling depan.”

Megatron terdiam sejenak sebelum membalas, “Ya, udahlah.”

Kehadiran Megatron dan Soundwave yang tiba di kantin disadari oleh Starscream yang sedang menikmati energon dinginnya di meja kantin.

“Gue kira dia nggak bakal ke kantin. Ujung-ujungnya ke kantin juga,” gumam Starscream. “Ya, udah. Nasi ayamnya nggak usah gue beliin.”

“Siapa?” Skywarp langsung mengangkat kepala dari makanan yang sedang disantapnya. Matanya tertuju ke arah yang kakaknya lihat. “Oh, Megatron.” Ia menyadari sesuatu darinya. “Eh, dia sama siapa, tuh? Dia punya temen?”

Starscream menaikkan sebelah alis. “Nggak tau, deh. Gue kira dia nggak punya temen. Wajah gahar, antisosial, galak. Orang gila kayak apa yang mau temenan sama dia?”

Skywarp mengangguk setuju. “Tapi gue heran kenapa lo malah duduk sama dia, Bang.”

“Karena nggak ada tempat duduk lagi!” seru Starscream.

“Salah sendiri kenapa lo ngacanya lama banget. Padahal udah tahu telat,” sambar Thundercracker tanpa melepas pandangan dari buku biologinya.

Starscream melotot padanya. “Lo jangan banyak omong, ya, Dek!” semburnya. “Kalau gue bisa minta kursi lebih di kelas gue, gue bakal minta dah. Tapi gue terlalu baik karena kasihan ngelihat dia duduk sendirian. Eh, ternyata Megatron itu sikapnya kayak gitu. Pantes aja nggak ada yang mau duduk sama dia. Galak, suka perintah seenaknya, suka ngancem. Gimana dia mau punya temen?”

Suara dehaman dari arah belakang Starscream cukup membuatnya tersentak. Ia langsung menoleh ke belakang, untuk mendapati sosok berbadan besar dan tegap menghalangi pandangannya.

“Siapa yang suka perintah seenaknya?” Suara Megatron seperti petir menyambar di siang hari.

“Eh … Ga.”

“Mana nasi ayam gue?” tagih Megatron sembari melirik Starscream ke bawah.

“Lo bukannya udah makan sama temen lo?” ujar Starscream mencari pembenaran.

“Lo nggak inget gue titip makanan ke lo?”

“Tapi, kan, lo udah ke kantin–”

“Bukan berarti gue nggak jadi titip, ya. Seenak jidat banget lo jadi orang gue lihat,” potong Megatron.

Starscream menatap wajah Megatron, agak ketir-ketir. “Maaf, kalo gitu?”

“Nggak,” tukas Megatron. “Berdiri, pesenin gue nasi ayam bungkus satu.”

“... Lo kan bisa pesen sendiri?”

“Gue minta lo yang pesenin.”

“Kenapa mesti gue?”

“Karena lo belum pesenin titipan gue.”

“Lo kok aneh, sih?” Starscream yang awalnya merasa enggan kini bangkit berdiri. Bukan karena hendak menuruti keinginan laki-laki itu, tetapi karena mulai emosi menghadapi perilaku teman sebangkunya sendiri.

“Gue? Aneh?” ulang Megatron sarkastik. “Bukannya elo? Kerjaannya di kelas cuma nyisir kepala doang.”

“Bangsa–”

Tangan Starscream melayang hendak menampar Megatron. Namun, dengan cepat Megatron menangkap pergelangan tangan Starscream.

“Elo nampar?” tanya Megatron menyindir. “Bukan mukul?”

Mata Starscream membelalak. Wajahnya memerah seketika. Rasa dongkol dan malu berkumpul menjadi satu, mengalahkan rasa sakit dari kuatnya genggaman tangan lelaki di depannya. Belum lagi menyadari kalau mereka berdua mulai jadi sorotan siswa-siswa di kantin, dan menarik perhatian tiga lelaki yang dari tadi sibuk sendiri dengan topik omongan mereka.

“Eh, itu kenapa ada ribut?” Optimus mencoba melihat dari celah-celah siswa yang berkerumun di depan pandangannya.

“Hah, siapa?” Sentinel menoleh ke belakang. Ia menangkap siluet kepala yang familier dari arah pandangnya. Refleks, ia bangkit berdiri dan mendekati kerumunan itu.

Starscream semakin menjadi, tak ingin rasa malunya diketahui sekitar. “Gue nampar karena mulut lo mesti dihajar!”

“Hei!” Sentinel berusaha masuk ke dalam kerumunan, menemukan sosok Megatron yang menjengkelkannya tempo lalu berada di tatapan mata. “Lo lagi?”

Megatron menoleh dan melirik sekilas mendapati Sentinel berada di dekatnya. Tangannya belum melepas Starscream, sedangkan Starscream terperangah mengetahui ada kehadiran lain di antara mereka.

“Masih kelas satu tapi udah pada buat ulah begini?! Lo pada nggak punya rasa sungkan apa?!” bentak Sentinel ke arah mereka berdua. “Ini sekolah, bukan sarang preman! Siapa yang ngajarin lo pada buat berantem di hari pertama belajar, hah?!” Suara lantangnya cukup membuat seluruh perhatian tertuju padanya sesaat.

“Nggak ada yang berantem,” sahut Megatron. “Ini namanya pembelaan diri.”

Megatron mengempaskan tangan Starscream ke bawah, membuat lelaki itu meringis kesakitan.

“Sia–” Starscream hampir mengumpat lagi, tetapi ia urungkan karena melihat tolehan Megatron yang sinis.

Sialan! Ia pun mengumpat dalam hati.

“Bang, kayaknya tangan lo kenapa-kenapa tuh. Ke UKS, ya?” tawar Skywarp pada abangnya itu. Starscream tak mengucap apa-apa. Thundercracker yang sedari tadi tampak kebingungan menanggapi situasi kini langsung mencoba menuntun Starscream bersama Skywarp keluar dari kantin.

Keheningan yang terjadi di antara banyak siswa itu setelahnya dipecah suara bel istirahat selesai. Semua bubar begitu saja kembali ke kelas masing-masing.